Penangkapan Hadinoto Soedigno, Eks Direktur Teknik dan Pengelolaan ArmadaPT Garuda IndonesiaTbk. (Garuda) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini, semakin menguak kasus suap di tubuh Garuda. Hadinoto merupakan orang ketiga yang tersandung kasus suap antara perusahaan raksasa Airbus dan maskapai nasional Indonesia.
Sebelumnya mantanDirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar telah divonis delapantahun penjara dan denda Rp1 miliar melalui Putusan Nomor 19/Pid.Sus-TPK/2020/PT.DKI tanggal 17 Juli 2020. Sementara itu, Bos PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo enamtahun penjara melalui putusan Nomor 22/Pid.Sus-TPK/2020/PT.DKI tanggal 23 Juli 2020 oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Kasus suap oleh Airbus ini tidak hanya terjadi pada maskapai nasional Indonesia, tetapi juga terhadap sejumlah maskapai di empat negara lainnya. SFO menginvestigasi Airbus atas pelanggaran UK Bribery Act 2010 terhadap anak perusahaan Airbus yang berada di Inggris. Hasil investigasi menyatakan Airbus juga menyuap sejumlah petinggi maskapai Ghana, Taiwan, Sri Lanka, dan Malaysia.
Dalam penanganan kasus ini, SFO menyepakati untuk menunda penuntutan kasus Airbus melalui mekanisme DPA. Syaratnya, Airbus SE bersedia mengakui perbuatan, melakukan program reformasi dan tata kelola perusahaan, serta membayar denda sejumlah 991jutakepada SFO.
Keberhasilan investigasi SFO tidak lepas dari peran Indonesia khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah menyuplai informasi kunci kepada SFO untuk membongkar kasus suap ini. Atas peran itu, Indonesia dan empat negara korban lain seyogianya berhak memperoleh kompensasi atas kasus suap ini yang sangat merugikan dan merusak reputasi maskapai pelat merah Indonesia. Sayangnya sampai saat ini Indonesia belum menerima kejelasan terkait kompensasi atas kerugian yang diderita.