CISDI potret realitas buruh dan petani tembakau melalui film dokumenter
Center for Indonesia Strategic Development Initiative (CISDI) mengemas potret realitas buruh dan petani tembakau dalam ekosistem bisnis rokok di Indonesia melalui film dokumenter. Film yang diberi judul Di Balik Satu Batang ini diluncurkan di XXI Metropole, Cikini, Jakarta Pusat, pada Kamis (24/11).
Project Lead Tobacco Control CISDI sekaligus sutradara dokumenter, Iman Zein, mengungkapkan, kerap muncul narasi petani dan buruh tembakau akan merugi akibat kenaikan cukai tembakau. Namun, narasi tersebut berbanding terbalik dengan temuan lapangan.
"Di lapangan, para petani mengeluhkan tentang tata niaga yang belum baik. Mereka tidak memiliki kemerdekaan menentukan harga. Belum lagi faktor cuaca yang kadang membuat petani gagal panen. Jadi, kerugian mereka tidak ada hubungannya dengan cukai. Malah jika dialokasikan dengan tepat, dana bagi hasil cukai tembakau (DBHCT) justru berdampak baik untuk petani," ungkap Iman dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/11).
Hal ini dikonfirmasi Sukiman dan Istanto, mantan petani tembakau. Keduanya kini memilih menanam secara multikultur.
"Harga rokok naik terus, tapi harga daun tembakaunya segitu saja. Ini membingungkan para petani. Kami juga ingin sejahtera, tapi realitanya, kesejahteraan petani dan industri terasa sekali kesenjangannya," tutur Sukiman.
Istanto menambahkan, kesejahteraan petani justru meningkat setelah melakukan diversifikasi pertanian. Dicontohkan dengan pengalamannya bercocok tanam.
"Dulu, sempat ada kemarau panjang, banyak petani tembakau merugi karena alami gagal panen bahkan sampai ada yang menjual tanah pertaniannya. Keresahan ini berakhir ketika kami sudah beralih tanam. Di luar dugaan, tanaman seperti buncis-cabai yang ditanam penduduk lokal sudah bisa ekspor. Proses alih tanam ini dibantu dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) setelah kita bersurat ke Presiden," ungkapnya.
Pro-kontra kenaikan cukai selalu terjadi setiap tahun. Kesejahteraan petani dan pekerja industri tembakau selalu dibenturkan dalam perdebatan cukai rokok. Chief Strategist CISDI, Yurdhina Meilissa, mempertanyakan kebenaran narasi tersebut.
Menurutnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) konsisten menaikan cukai tembakau hampir setiap tahun. Namun, produksi rokok tak mengalami penurunan, justru cenderung meningkat.
"Tahun lalu, produksi rokok di Indonesia meningkat sampai 7,27%. Tahun 2020, Indonesia memproduksi 298,4 miliar batang, namun tahun 2021, produksi rokok naik hingga 320,1 miliar batang. Padahal, di tahun itu cukai rokok naik rata-rata 12,5%. Jadi, mana buktinya industri akan merugi jika cukai rokok dinaikan?" tanya Yurdhina.
Sementara itu, pendiri sekaligus CEO CISDI, Diah Satyani Saminarsih, berharap buruh dan petani tembakau tidak dijadikan tameng dalam membendung kenaikan cukai tembakau.
"Berdasarkan hasil kajian CISDI tahun 2021, kenaikan cukai rokok hingga 45%, tetap dapat berdampak nett positif pada kondisi perekonomian Indonesia, baik itu meningkatnya pendapatan negara maupun bertambahnya lapangan pekerjaan. Tujuan melandaikan prevalensi perokok juga akan tercapai. Jadi, seharusnya tidak perlu ada keraguan lagi dalam menaikan cukai tembakau," urainya.
Peluncuran premiere film dokumenter Di Balik Satu Batang turut dihadiri Febrio Nathan Kacaribu sebagai representasi Kemenkeu, yang baru-baru ini mengumumkan kenaikan cukai tembakau rata-rata 10% untuk 2023 dan 2024.
Di akhir sesi diskusi film, Diah Saminarsih menyatakan, film dokumenter ini membuka mata kita untuk melihat sisi lain dari para pekerja di sektor pertembakauan.
"Ternyata di balik satu batang rokok terdapat realita kehidupan petani tembakau yang sesungguhnya. Masih banyak PR, terutama dalam kebijakan pengendalian tembakau, yang harus diselesaikan. Keterlibatan multisektor sangat diharapkan agar tidak ada lagi kesalahan dalam pengambilan kebijakan," tutup Diah.
Film dokumenter Di Balik Satu Batang dapat disaksikan di kanal YouTube CISDI pada 26 November 2022, pukul 19.00 WIB.