Makna Filosofis di Balik Tradisi Endhog-endhogan
Banyuwangi - Festival Endhog-endhogan merupakan bagian dari ekspresi khas kecintaan masyarakat Banyuwangi kepada Nabi Muhammad SAW.
Endhog-endhogan yang digelar untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad pada Selasa sore (20/11) berlangsung meriah.
Ribuan kembang endhog (telur) diarak dari empat penjuru menuju ke titik kumpul di depan Kantor Pemda Banyuwangi. Ribuan endhog itu, ditaruh ditangkai bambu yang dihias bunga kertas.
Tradisi ini dikenal luas dengan sebutan kembang endhog lantas dirangkai di judang yaitu sebuah tempat berhias yang menjadi papan kembang endhog.
Yang membuat tambah meriah, ribuan kembang endhog yang tersaji di ratusan judang tersebut di arak keliling dari berbagai arah, dari timur, barat, utara, dan selatan.
Masing-masing penjuru dilengkapi dengan tabuhan rebana dan tarian kuntulan. Warga juga membawa ancak berupa makanan siap saji.
"Tradisi endhog-endhogan ini, merupakan tradisi yang khas Banyuwangi. Tak ada di tempat lain. Ini adalah bentuk ekspresi kecintaan warga Banyuwangi kepada Nabi Muhammad," kata Wakil Bupati Banyuwangi Yusuf Widiyatmoko.Kembang endhog sendiri bukan semata hiasan ataupun hiburan. Namun, sarat dengan nilai-nilai filosofis. Hiasan bunga pada bambu hingga buah berbentuk telur memiliki makna tersendiri.
"Ini adalah visualisasi dari kelahiran dari Nabi Muhammad yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Bambu yang tak berbunga dan berbuah, bisa berbunga dan berbuah berkat rahmat Allah yang diberikan atas kelahiran Nabi Muhammad," jelasnya.
Lebih dari itu, lanjut Yusuf, yang terpenting dari peringatan Maulid Nabi tersebut adalah semangat untuk meneladaninya.
"Jangan sampai kita semangat saat pawai, tapi lupa untuk meneladani apa yang telah Nabi Muhammad ajarkan," pungkasnya.