Nasionalisme di Mata Ramzi
Jakarta - Aktor dan seniman Ramzi berpendapat, rasa nasionalisme sejatinya tidak hanya muncul dalam momen-momen tertentu, seperti Hari Pahlawan, Hari Sumpah Pemuda atau Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus.
Menurut Ramzi, nasionalisme itu harus terus dipupuk setiap waktu, sekaligus dimodifikasi sesuai dengan perubahan zaman.
"Sebab perubahan zaman ini sangat luar biasa, yang memunculkan tantangan luar biasa juga bagi bangsa ini," ujar Ramzi dalam sebuah diskusi, Senin 15 November 2021.
Ramzi menyatakan, rasa nasionalisme itu bisa dipupuk melalui berbagai cara. Dia mencontohkan pengalaman nya ketika bersekolah di SMA 17 Agustus Jakarta di masa lalu, ketika generasi nya masih mendapatkan berbagai mata pelajaran yang menanamkan nasionalisme, seperti Pelajaran Budi Pekerti.
Ramzi pun menyesalkan, hal-hal itu agak lenyap di masa kini. Kurikulum pendidikan yang berlaku saat ini, menurut Ramzi, tak terlalu memunculkan konten-konten bernuansa kebangsaan.
"Suka tidak suka, meskipun kekurangan nya ada, tapi di masa Orde Baru, kita betul-betul diarahkan untuk cinta Negara, dengan satu komando," ujar Ramzi.
"Itu yang hilang saat ini, ketika nasionalisme relatif bebas ditafsirkan oleh berbagai macam orang dan kelompok. Tidak ada satu komando. Saya harap kurikulum bermuatan nasionalis bisa muncul kembali saat ini, yang disesuaikan dengan tantangan saat ini pula tentunya,"tambahnya.
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menyatakan layaknya agama, suatu bangsa juga membutuhkan 'prosesi' untuk memperkuat rasa nasionalisme. Demikian juga bangsa Indonesia.
Karena itu, Fahri menilai prosesi tersebut salah satunya bisa diwujudkan melalui peringatan berbagai momentum dalam sejarah bangsa ini.
Salah satu momentum itu adalah Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945, yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.
"Berkobarnya Pertempuran Surabaya, sebagai wujud penolakan rakyat Indonesia terhadap klaim Sekutu dan Belanda pada Tanah Air kita pasca kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, hanya bisa terjadi karena rakyat Surabaya digerakkan oleh rasa cinta tanah air," ujar Fahri.
Heroisme rakyat Surabaya kala itu, menurut Fahri, sangat luar biasa dalam mempertahankan Kemerdekaan yang sudah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
Berbagai aksi dahsyat dari warga Surabaya kala itu, seperti perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato, serta penembakan Brigadir Aubertin Mallaby bisa menjadi referensi bagi bangsa ini dimasa kini, betapa bangsa Indonesia di masa lalu sangat berani melawan pihak pemenang dalam Perang Dunia II karena rasa kebangsaan yang besar.
Bahkan, lanjut Fahri, bukan hanya Perang Surabaya. Berbagai momentum dalam sejarah bangsa ini, seperti Lahirnya Boedi Oetomo 1908, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi 1945, mengatasi komunisme 1965, dan berbagai momentum sejarah lainnya bisa dijadikan prosesi guna memperkuat nasionalisme bangsa ini.
"Termasuk ketika angkatan 1990-an seperti saya, mengkoreksi penyelewengan oleh rezim Orde Baru pada 1998 sehingga melahirkan era reformasi dan Demokrasi. Begitu banyak momentum dalam sejarah kita yang bisa kita jadikan referensi untuk menunjukkan betapa hebatnya bangsa ini," ujar Fahri.
"Yang tak boleh kita lupakan, negara kita ini adalah satu-satunya negara kepulauan diantara 5 besar negara terbesar di dunia. Sehingga bangsa ini sangat istimewa, dan membutuhkan rasa nasionalisme yang terus menerus dirawat," tambah mantan Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia itu.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto selaku pemantik diskusi menyatakan, sebagai bangsa, perjalanan Indonesia masih panjang.
Meski sudah 76 tahun merdeka, Hery menyatakan banyak aspek yang masih harus terus dibangun. Dan guna menuntaskan pembangunan itu, diperlukan rasa nasionalisme yang kuat.
"Karena itu, dibutuhkan kontribusi dari berbagai pihak baik politisi, akademisi, artis, seniman dan berbagai pihak lainnya dalam memupuk terus rasa nasionalisme bangsa ini," ujar Hery
"Tentu, masing-masing pihak berbeda kontribusi dan peranannya dalam merawat nasionalisme. Namun, intinya seluruh upaya itu bermuara pada tujuan yang sama, yakni makin kentalnya rasa nasionalisme kita," pungkasnya.