Beberapa Permasalahan Serius Pemilu di Jatim
Surabaya-Ada sejumlah permasalahan serius terkait pelaksanaan pemungutan suara Pemilihan Umum Legislatif dan Presiden 2019 yang digelar di sejumlah kabupaten/kota di Jawa Timur (Jatim) pada Rabu (17/4).
"Relawan kami di lapangan menemukan sejumlah permasalahan mulai dari logistik, penyelenggaraan, hilangnya hak memilih hingga politik uang selama pelaksanaan pemilu berlangsung," kata Ketua Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jatim Novli Thysen di Surabaya, Kamis (18/04).
Menurutnya, hasil pemantauan 1.276 relawan pemantau KIPP Jatim yang disebar di 23 kabupaten/kota untuk permasalahan logistik seperti halnya tempat pemungutan suara (TPS) 16 Kelurahan Tandes, Kecamatan Tandes, Kota Surabaya yang baru dibuka pukul 08.30 WIB karena kertas suara Pilpres 2019 tidak ada dalam kotak suara.
Sedangkan untuk permasalahan penyelenggara Pemilu 2019, lanjut dia, ditemukan tidak terpasang daftar pemilih tetap (DPT), daftar calon tetap (DCT) caleg ataupun profil pasangan capres dan cawapres. Kondisi tersebut terjadi di TPS 12 Kelurahan Sonokwijenan, Kecamatan Sukomanunggal, Kota Surabaya.
"DPT terpasang, namun DCT caleg dan capres tidak ada," katanya.
Hal yang sama juga terjadi TPS 4 dan 10 Baratajaya Gubeng, Surabaya yang tidak terpasang DPT dan TPS 33, Kelurahan Pakis, Kecamatan Wonokromo, dimana DPT terpasang jauh dari TPS sehingga tidak dapat diakses oleh pemilih.
Selain itu, lanjut dia, permasalahan lain berupa tidak adanya pengawas TPS terjadi di TPS 3 dan TPS 12 Kelurahan Barata Jaya, Gubeng, Kota Surabaya dan TPS 25 Ledok Kulon, Kabupaten Bojonegoro.
Ketidakcermatan penyelenggara pemilu terjadi di TPS 13 Kelurahan Perak Barat, Kecamatan Krembangan, Surabaya. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mendatangi rumah lansia untuk mendampingi mencoblos di rumah, namun setelah di coblos sama pemilih ternyata lansia tersebut terdaftar di TPS 14.
"KPPS tidak cermat dalam mengecek DPT," katanya.
Begitu juga permasalahan di TPS 7 Kelurahan Krangan, Kecamatan Krangan, Kota Mojokerto, dimana KPPS memberikan lima kertas suara kepada pemilih pindahan dari Kota Surabaya.
Temuan KIPP lainnya berupa surat suara tercoblos sebelum digunakan terjadi di TPS 54 Kelurahan Wates, Kecamatan Margersari, Kota Mojokerto.
"Ini ada surat suara caleg diduga caleg DPR RI sudah tercoblos. Segel pembungkus surat suara rusak," ujarnya.
Masih terdapatnya bahan kampanye atau alat peraga kampanye (APK) di radius 100 meter dari TPS terjadi di TPS 22, Kelurahan Keputran, Kecamatan Tegalsari, Surabaya, TPS 1 dan 2 Kelurahan Pacar Kembang, Kecamatan Tambaksari, Surabaya dan 1 baliho dan 1 spanduk caleg masih terpasang di sepanjang Jalan Kecamatan Malo, Kabupaten Bojonegoro.
"Relawan KIPP juga menemukan pemilih ganda dalam satu TPS terjadi di TPS 16 Kelurahan Banjarsugihan, Kecamatan Tandes, Surabaya," katanya.
Untuk permasalahan hilangnya hak pilih pemilih berupa kertas suara pilpres habis sehingga pemilih tidak dapat mengunakan hak pilihnya terjadi di TPS 38 dan 39 Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya.
Hal sama juga terjadi di TPS 05, Desa Cangkir, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik. Di TPS tersebut diketahui jumlah DPT 230 orang, jumlah empat kertas suara lengkap untuk DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, tapi jumlah kertas suara Pilpres tidak sesuai dengan kebutuhan DPT yakni hanya 199 kertas suara Pilpres.
"Sedangkan di Desa Ledok Kulon Wetan, Bojonegoro, kekurangan 113 kertas suara pilpres akibat melonjaknya pemilih dari luar," katanya.
Mengenai politik uang, kata dia, KIPP Jatim menemukan pada H-1 dan H-2, hampir di seluruh wilayah Kabupaten Bojonegoro terjadi praktik politik uang dengan nilai kisaran Rp20 ribu hingga Rp50 ribu. Untuk paketan DPRD Provinsi dan DPR RI senilai Rp50 ribu dan DPRD Kabupaten Rp20 ribu hingga Rp30 ribu. (Ant)