Berbahaya, 3 Ketum Parpol Ada di Kabinet Jokowi-Ma'ruf
JAKARTA-Sempat melarang menteri-menterinya merangkap jabatan pada 2014 silam, Presiden Joko Widodo justru mangenulir kebijakannya di Kabinet Indonesia Maju.
Presiden Jokowi membolehkan para pembantu memiliki jabatan lain di struktur partai.
Setidaknya, ada tiga ketua umum partai yang masuk dalam kabinet Indonesia Maju Jokowi-Ma'ruf, yakni Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Plt Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa.
Belum lagi beberapa menteri yang masih menjabat sebagai pengurus di partainya masing-masing. Sebut saja Menkominfo Johnny G Plate yang masih menjabat Sekjen NasDem, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah yang masih Ketua DPP PKB, dan Edhy Prabowo yang juga Waketum Gerindra.
Kondisi demikian dinilai pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, agak berbahaya mengingat potensi dampak negatif yang ditimbulkan.
Selain rentan adanya konflik kepentingan, jelas Ujang, pemerintah akan terkesan menampung kepentingan kelompok.
Sebab, sambung Ujang, partai politik selama ini berfungsi merealisasikan visi dan misi kepentingan kelompok berdasarkan aspirasi pemilih.
Sementara pemerintah, kata Ujang, jelas-jelas mewakili kepentingan khalayak.
"Karena itu seharusnya Presiden justru mengingatkan menteri-menterinya agar jangan rangkap jabatan," kata Ujang dihubungi di Jakarta, Kamis (28/11).
Jokowi, lanjut Direktur Indonesia Political Review (IPR) itu, seharusnya sadara banyaknya menteri yang rangkap jabatan akan berdampak buruk kepada kinerja pemerintah secara luas.
Pendapat senada disampaikan pengamat ekonomi, Icsanuddin Noorsy dengan mencontohkan Menko Ekonomi yang merangkap ketua umum parpol.
Hal ini, kata Noorsy, menunjukkan buruknya sistem yang dipakai di pemerintahan Jokowi.
"Struktur pemerintah digabung menjadi struktur politik, rusak sistem ini. Ketum sekaligus jadi Menteri Ekonomi. Ini salah sistem," ujarnya.
Menurut dia, kondisi ini bisa mengancam Indonesia berada dalam lingkaran krisis ekonomi.
Noorsy menjelaskan, menteri-menteri Jokowi, utamanya Menko Perekonomian tengah dihadapkan pada tantangan berat dalam memperbaiki kinerja ekonomi.
Noorsy membeberkan lima tangangan, di antaranya tingkat suku bunga rendah dan fiskal ekspansif, tantangan deglobalisasi, memperbaiki daya beli masyarakat, serta tantangan menihilkan ketergantungan dari pihak luar.
"Risiko pasar Indonesia sangat tinggi. Nilai tukar sangat sensitif. Artinya posisi Indonesia rentan krisis," katanya.
Karena itulah, menurut Noorsy, menteri-menteri ekonomi Jokowi dituntut fokus. Bukan malah tenaga dan pikirannya dibagi untuk mengurusi parpol.