Calon Pengganti Risma Tak Cukup Modal Popularitas
Surabaya - Popularitas bukan jaminan terpilih di Pemilihan Kepala Daerah Kota Surabaya untuk menggantikan Tri Rismaharini (Risma) yang saat ini menjabat Wali Kota Surabaya.
"Pemilih sekarang tak mudah dipengaruhi oleh popularitas seseorang, artinya popularitas bukanlah jaminan akan terpilih," ujar pengamat komunikasi politik Universitas Airlangga, Suko Widodo di Surabaya, Senin (14/01/2019).
Menurut dia, salah satu faktor pemilih menentukan pilihannya yaitu rekam jejak sebagai sumber utama rujukan, baik dari kepribadian maupun karyanya.
Sukowi, sapaan akrabnya, berpendapat sepanjang calon wali kota memiliki bukti nyata atas karya yang bisa dirasakan publik maka akan sangat berpeluang terpilih.
"Tak peduli sari mana berasal, apakah dari politisi, birokrat, pengusaha, akademisi atau apapun," ucap dosen komunikasi politik Fisip Unair tersebut.
Di sisi lain, meski Pilkada Surabaya digelar tahun depan, tapi kriteria calon sudah mulai bermunculan, salah satunya adalah isu kepemimpinan milenial.
Sukowi menjelaskan, ada banyak kekeliruan dalam memandang kepemimpinan milenial, yaitu menyebut seorang pemimpin muda, padahal merupakan sesuatu yang sangat berbeda.
Dalam era disruption seperti sekarang, kata dia, mengharuskan manajemen pengelolaan yang tidak meninggalkan aspek historikal dan menggabungkannya dengan masa depan.
"Jadi kemepimpinan milenial itu meminta adanya penguasaan pengalaman kesejarahan dan membawanya ke prospek masa depan," katanya. Oleh karena itu, lanjut dia, pemimpin milenial untuk Kota Surabaya ke depan harus punya pengalaman dengan disertai bukti.
Sementara itu, setahun menjelang masa berakhirnya Tri Rismaharini sebagai Wali Kota Surabaya, bermunculan sejumlah nama yang diwacanakan tepat menjadi orang nomor satu di Kota Pahlawan periode 2020-2025.
Beberapa di antaranya Ketua Muda-Mudi Demokrat Jatim Bayu Airlangga, Ketua GP Ansor Jatim Gus Abid, Wakil Bupati Trenggalek Moch Nur Arifin (Mas Ipin), termasuk Wakil Wali Kota Surabaya Wisnu Sakti Buana.