Demo, Walhi Beber Catatan Bencana Ekologis di Jatim
SURABAYA-Walhi Jawa Timur menilai penghargaan Pemprov Jatim pada perusahaan tambang emas PT Bumi Suksesindo (BSI) dinilai menunjukkan ketiadaan komitmen perlindungan terhadap keselamatan rakyat, khususnya di pesisir selatan Jatim.
PT BSI merupakan operator Tambang Emas Tumpang Pitu di Banyuwangi, Jawa Timur.
"Pemberian penghargaan terkait lingkungan hidup kepada perusahaan ekstraktif pertambangan tentu saja menjadi pertanyaan besar," kata Direktur Eksekutif WALHI Jatim Rere Christianto di sela unjuk rasa di depan kantor Gubernur Jalan Pahlawan Surabaya, Kamis (01/08).
Walhi Jatim, dalam keterangannya, juga mengungkap aktivitas pertambangan di wilayah selatan Jawa Timur sudah berulang kali terjadi, mulai dari rencana pertambangan emas di Silo, Jember yang mendapat penolakan warga, tambang emas di wilayah Trenggalek, tambang pasir besi di pantai Paseban, Kencong, Jember. Lalu sepanjang pantai Jolosutro di Blitar, sampai meluas hingga pantai Wonogoro di Kabupaten Malang.
“Aktivitas pertambangan yang tidak mengindahkan keselamatan lingkungan telah lama menjadi momok mengerikan bagi masyarakat, selain menyebabkan eskalasi konflik lahan, pertambangan juga mengakibatkan peningkatan bencana ekologis, sehingga pemberian penghargaan kepada industri ekstraktif menunjukkan bahwa Gubernur Jawa Timur tidak peka situasi krisis ekologi wilayahnya” tutur Rere Christanto.
Menurut catatan WALHI Jatim, dalam 6 tahun terakhir (2013-2018), eskalasi bencana ekologis (lingkungan) di Jawa Timur terus menerus meningkat.
Pada tahun 2013, sambung Rere, jumlah bencana ekologis tercatat ada 233 kejadian, jumlah ini terus meningkat hingga pada tahun 2018 tercatat setidaknya ada 455 kejadian bencana ekologis.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional dan Jawa Timur juga telah menggarisbawahi bahwa kawasan selatan Jawa, termasuk Jawa Timur adalah kawasan rawan bencana.
“Kawasan selatan Jawa selayaknya ditetapkan menjadi kawasan lindung dan konservasi demi mengantisipasi bencana yang mungkin timbul. Pelepasan wilayah-wilayah yang penting secara ekologis menjadi wilayah usaha pertambangan yang berpotensi merusak keseimbangan ekosistem kawasan adalah tindakan yang kontradiktif terhadap usaha menurunkan resiko bencana di Indonesia,” jelas Rere."
"Pada intinya pemerintah wajib hukumnya melakukan penyelamatan ruang hidup rakyat, sebagai mandat konstitusi dan rakyat," tutup Rere.