Kasus Kekerasan Perempuan di Jember Meningkat
Jember - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jentera Perempuan Jember, Jawa Timur menilai tren kekerasan yang dialami perempuan dan anak di Jember cenderung meningkat.
"Namun tidak semua kasus tersebut dilaporkan dan ditangani aparat kepolisian," kata Koordinator LBH Jentera Perempuan Indonesia Yamini di Jember, Sabtu (08/12).
Menurutnya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan termasuk kasus perkawinan anak yang berdampak pada anak perempuan masih tinggi.
"Bahkan perkawinan anak merupakan fenomena sosial yang banyak terjadi di sejumlah daerah, termasuk di Jember," tuturnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun di lapangan, setiap tahun di Kabupaten Jember selalu ada pelajar SMP dan SMA yang tidak mengikuti ujian nasional (UN) karena menikah atau dinikahkan oleh orang tuanya, sebelum anak yang bersangkutan mengikuti UN dan dinyatakan lulus oleh pihak sekolah.
"Untuk itu, kami terus gencar untuk mensosialisasikan kepada masyarakat untuk menekan perkawinan anak dengan berbagai cara karena biasanya terbanyak alasan melakukan pernikahan dini adalah persoalan ekonomi," tuturnya.
LBH Jentera juga terus mendorong para perempuan korban kekerasan untuk berani bersuara karena selama ini masih ada kekhawatiran dan ketakutan dari perempuan untuk bersuara menyampaikan kekerasan yang dialaminya kepada teman, bahkan aparat penegak hukum.
"Tren kekerasan yang dialami perempuan dan anak di Jember juga mengalami peningkatan karena saat ini para perempuan mungkin sudah berani berbicara, terutama pada kasus kekerasan terhadap anak," katanya.
Ia juga berharap aparat kepolisian juga serius menindaklanjuti kasus kekerasan terhadap perempuan.
Dia menilai selama ini kurang mendapat respon positif dan hal itu beda dengan kasus kekerasan yang dialami anak yang ditangani oleh aparat penegak hukum.