Khofifah Ditantang Benahi Pengelolaan SMA/SMK
Surabaya - Gubernur Jawa Timur Khofifah harus membuktikan kemampuan mengelola SMA/SMK khususnya di Kota Surabaya lebih baik dari sebelumnya.
"Paling tidak dalam masa 100 hari kerja ini Gubernur Jatim mempublikasikan program ke depan pengembangan MA/SMK di Surabaya khususnya dan Jatim pada umumnya," kata Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim Said Utomo di Surabaya, Selasa (06/03).
Pernyataan ini disampaikan dia menyusul upaya yang dilakukan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) yang terkesan ngotot agar pengelolaan SMA/SMK kembali ke Pemkot Surabaya.
Risma berpedoman pendidikan gratis tidak hanya untuk SPP saja, melainkan banyak komponen lainnya.
Apalagi, lanjut dia, sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengelolaan SMA/SMK sudah menjadi hak pemerintah provinsi secara nasional.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebelumnya menyebut ada sejumlah komponen penting yang diperjuangan terkait pengelolaan SMA/MA/SMK, tidak hanya sebatas gratis biaya SPP namun juga termasuk hal lain sebagai penunjang pendidikan.
Penunjang pendidikan yang dimaksud seperti infrastruktur yang mewadahi, laboratorium, praktikum, hingga berbagai kompetensi gratis untuk mendukung pendidikan para pelajar.
"Jadi berbicara pendidikan itu bukan hanya tentang SPP aja. Kalau di Surabaya, listrik, air, internet sekolah itu kita bayar semua," kata Wali Kota Risma.
Menurut dia, pendidikan menjadi salah satu faktor penting dalam stimulus penunjang perubahan masa depan.
Melalui pendidikan, lanjut dia, seseorang bisa merubah kehidupan keluarganya menjadi lebih baik.
Namun, untuk mewujudkan hal tersebut, juga harus ditopang dengan sistem pengelolaan pendidikan yang baik pada suatu daerah. "Kalau dulu SMK itu kita kasih makan siang, uang praktikum, insentif untuk guru, bahkan seragam," ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa membuka peluang Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk menggunakan sistem "block grant" guna membantu SMA/SMK di Surabaya yang disebut banyak putus sekolah dan butuh bantuan.
Menurut Khofifah, opsi itu lebih memungkinkan dibandingkan mengambil alih kewenangan pengelolaan SMA SMK dari provinsi Jawa Timur ke Pemkot Surabaya. Lantaran jika langkah itu diambil akan menyalahi undang-undang. Bahkan dalam Permendagri Tahun 2016 sudah diatur memungkinkan ada bantuan keuangan antardaerah.
Sistem itu dikatakan Khofifah sudah ada yang menerapkan di Jawa Timur. Ada daerah yang menitipkan dana ke Pemprov untuk membantu pembiayaan SMA/SMK di daerah kabupaten/kotanya, seperti halnya Pasuruan dan Batu.
Dana itu dititipkan ke Pemprov lalu dikembalikan dalam bentuk bantuan yang peruntukannya untuk SMA/SMK di daerahnya. (Ant)