Korban 'Rentenir Online' Capai 59 Orang di Surabaya
Surabaya-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Jawa Timur mengungkap 59 orang menjadi korban 'rentenir online' melalui fintech "financial technology" atau perusahaan teknologi keuangan yang belum jelas kredibilitasnya
"Banyak keluhan dan permasalahan yang masuk, di antaranya adalah besaran bunga dan biaya administrasi dilakukan secara sepihak dan jumlahnya sangat tinggi. Selain itu, nasabah juga dibebankan biaya penagihan manakala nasabah tidak membayar tepat waktu," kata Direktur LBH Surabaya, Abdul Wachid Habibullah, Jumat (15/02).
Ia mengemukakan, pada pinjaman dalam jaringan ini tidak ada ruang komunikasi antara nasabah dengan penyedia pinjaman sehingga membuat nasabah kesulitan untuk melakukan upaya negosiasi atau untuk mengklasifikasi besaran utang yang harus dibayarkan.
"Selanjutnya, proses penagihan yang dilakukan oleh pemberi pinjaman dilakukan dengan cara intimidatif dan menyebarkan data pribadi nasabah kepada publik," katanya.
Ia juga melihat, banyak aplikasi pinjaman online jaringan illegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain illegal, aplikasi pinjaman dalam jaringan ini berdasarkan temuan OJK ternyata banyak yang berasal dari luar negeri.
"Saat ini yang paling menjadi keluhan dan meresahkan nasabah adalah cara penagihan yang dilakukan oleh pihak pemberi pinjaman dalam jaringan," pungkasnya.
Untuk itu LBH Surabaya membuka posko menyusul banyaknya laporan keluhan masyarakat terkait dengan model pinjaman ini. (Ant)