KPK Berpeluang Periksa Risma ihwal Hibah Tanah
SURABAYA-Pusat Kajian Tanah (Pukat) mengkritik kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang menghibahkan tanah ke Polda Jatim untuk pembangunan tiga markas polsek baru, yakni: Gunung Anyar, Lakarsantri, dan Bulak.
Pukat menilai pemberian hibah tanah tersebut bisa masuk kategori gratifikasi karena diberikan tanpa adanya persetujuan dari DPRD Kota Surabaya.
"Selain tanpa persetujuan dewan, hibah tersebut terkesan dipaksakan. Mengingat diberikan kini saat menjelang berakhirnya masa jabatan Wali Kota Risma," kata Ketua Pusat Kajian Tanah (Pukat), M Mufti Mubarak di Surabaya, Kamis (25/07).
Mufti menilai, banyaknya kasus yang saat ini ditangani oleh Polda Jatim, seperti kasus amblasnya Jalan Gubeng semakin mengindikasikan adanya aroma gratifikasi tersebut.
"Kenapa kok ke Polda? Padahal BPN saja belum punya tanah. Ini masuk delik gratifikasi," ujarnya.
Ditanya apakah masalah gratifikasi ke Polda bisa diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menurut Mufti bisa saja dilakukan.
"Ini peluang KPK. Wali kota harus bertanggung jawab," ujarnya.
Menurut Mufti, hal itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 27 Tahun 2014 pada pasal 55 ayat 3, pasal 68 ayat 1 dan Peraturan Dalam Negeri (Permendagri) 19 Tahun 2016 pada pasal 331 ayat 2, pasal 335 ayat 1 dan ayat 2 huruf o.
Substansinya dari pasal-pasal yang tertera, lanjut dia, hibah dilakukan setelah ada persetujuan DPRD kecuali jika diperuntukkan bagi kepentingan umum.
"Kalau disebut kepentingan umum kan mestinya ada manfaat bagi masyarakat. Ini Polri sudah punya anggaran kenapa masih dikasih hibah," tutupnya. (Ant)