LSM Beberkan Penyebab Korupsi Berjamaah di Malang
Malang - LSM anti korupsi Malang Corruption Watch (MCW) menyatakan tingginya angka tindak pidana korupsi yang terjadi di Jawa Timur, khususnya di Kota Malang, disebabkan mahalnya biaya kampanye.
"Masalah wakil rakyat yang melakukan korupsi berjamaah di Kota Malang beberapa waktu lalu, salah satunya disebabkan karena dalam pesta demokrasi itu terlalu mahal," kata Koordinator MCW M. Fahrudin dalam diskusi publik "Malang Raya Bersatu Melawan Korupsi," di Universitas Widyagama, Kota Malang, Senin (10/12).
Dalam pengamatan MCW, para calon anggota legislatif tersebut harus melewati berbagai tahapan yang kesemuanya membutuhkan biaya tinggi.
Tahapan-tahapan tersebut yakni ada pada saat sebelum masa kampanye, dan termasuk pada saat kampanye.
Berdasarkan catatan MCW, mulai 2017-2018, Jawa Timur menjadi satu-satunya provinsi di Indonesia yang memiliki rekor tinggi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi.
Sebanyak 12 orang kepala daerah, dan lebih dari 41 orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang telah diproses hukum terkait dugaan tindak pidana korupsi.
"Ketika seorang caleg menduduki jabatan sebagai anggota dewan, maka ada kecenderungan untuk berusaha mengembalikan modal yang sudah dikeluarkannya saat penyelenggaraan pileg," ujar Fahrudin.
Menurut MCW, kasus korupsi yang dilakukan oleh 41 orang anggota DPRD Kota Malang tersebut, tidak lepas dari fenomena politik transaksional.
Biaya politik yang sangat besar dan harus dikeluarkan oleh calon legislatif, untuk mendapatkan rekomendasi dari partai politik, atau yang biasa dikenal dengan mahar politik.
Setelah mendapatkan rekomendasi tersebut, lajut dia, seorang calon juga masih harus mengeluarkan biaya dan menghalalkan segala cara untuk memenangkan pertarungan dalam pemilihan legislatif, termasuk dengan melakukan politik uang.
"Saya kita hal itu harus kita putus, kami melakukan komunikasi untuk mendorong revitalisasi partai politik. Hal ini penting untuk kedepannya," tutur Fahrudin.
Berdasarkan pantauan MCW pada 2017, terdapat 288 perkara tindak pidana korupsi dengan 331 tersangka di Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya. Hingga akhir November 2018, tercatat ada sebanyak 192 perkara, dan 116 terdakwa.
Namun, vonis untuk sebagian besar tersangka tersebut masih masuk dalam kategori ringan yakni dengan hukuman di bawah empat tahun mencapai 61 persen, kategori sedang dengan hukuman 4-10 tahun, 22 persen, kategori berat di atas 10 tahun, satu persen, dan bebas sebanyak satu persen.