Mangkrak, Ribuan Unit Rumah Bersubsidi di Jatim
MALANG-Sebanyak 2.500 unit rumah bersubsidi di wilayah Jawa Timur yang dibangun sekitar 200 pengembang Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) terancam mangkrak.
Penyebabnya, karena tidak bisa direalisasikan kreditnya seiring habisnya kuota fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP).
Sebanyak 2.500 unit itu, berada Trenggalek, Kediri, Blitar, Kab. Malang, Jember, Lumajang, Probolinggo, Banyuwangi, Lamongan, dan beberapa daerah lain.
“Sebenarnya ada skema KPR lain pengganti FLPP, yakni Bantuan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2PT), namun juga tidak bisa direalisasikan karena terkendala persyaratan administrasi,” ujar Ketua DPD Apersi Jatim Makhrus Sholeh di Malang, Senin (02/09).
Dia menjelaskan, meski kuota KPR dengan skema BP2PT masih 6.000 unit rumah bersubsidi yang bisa direalisasikan KPR-nya lewat skema BP2PT. Namun, tidak bisa direalisasikan lantaran persyaratan tambahan, yakni adanya sertifikat laik fungsi (SLF).
Sebenarnya, sambung Makhrus, sejumlah bank menawarkan KPR untuk rumah bersubsidi dengan kredit komersial. Bahkan, ada bank yang berani memberikan KPR sebesar 9% selama dua tahun.
Agar tidak berat bagi end-user, bank meminta pengembang menyubsidi bunga KPR sebesar 2% selama dua tahun sehingga konsumen tidak merasa berat.
“Ini yang tidak bisa kami lakukan karena margin rumah bersubsidi itu tipis,” ucap mengutip bisnis.com.
Menurutnya, kondisi pengembang perumahan bersubsidi saat ini sangat memprihatinkan.
Jika KPR tidak direalisasikan, kata dia, pengembang harus menyediakan dana yang tidak sedikit untuk memenuhi kewajibannya membayar angsuran kredit pembebasan lahan dan kredit konstruksi dari bank.
“Padahal, mereka tergolong pengembang kecil sehingga asetnya juga terbatas. Keharusan membayar angsuran kredit pengadaan tanah dan konstruksi ke bank jelas memberatkan mereka jika KPR-nya tidak segera direalisasikan,” tutupnya.