Penyebab Tingginya 'Stunting' di Jawa Timur
SURABAYA-Penyebab tingginya kasus stunting (balita gagal tumbuh) di Jawa Timur diduga karena kekurangan asupan gizi, dan lemahnya pemahaman masyarakat tentang nilai gizi balita.
“Faktor utama stunting adalah kekurangan asupan gizi. Pemahaman masyarakat tentang nilai gizi balita masih kurang,” ujar Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Suli Daim, Selasa (27/08)
Dia menambahkan, keterlambatan informasi dalam mengedukasi masyarakat juga menjadi pemicu tingginya angka stunting.
Untuk itu Dinas Kesehatan (Dinkes) dan kepala derah di Jatim perlu melakukan upaya maksimal dengan ningkatnya berkoordinasi.
“Peran kepala daerah Bupati atau Wali Kota menjadi peran utama untuk memberikan perhatian terhadap masalah stunting,” jelas Suli.
Sementara Dinkes Jatim mengaku telah melakukan penilaian dan evaluasi terhadap kinerja 12 kabupaten/kota lokus stunting.
“Dari 12 kabupaten/kota lokus stunting, mereka telah mempresentasikan kinerja dan capaian-capaiannya untuk dinilai oleh tim panelis dan akan dievaluasi dengan harapan penanganan stunting bisa betul-betul seksama,” kata Kepala Dinkes Jatim, Dr dr Kohar Hari Santoso.
Pihaknya juga berupaya menekan angka stunting dengan berkoodinasi dengan Provinsi maupun Kabupaten/Kota melalui dua intervensi, yakni: intervensi gizi spesifik untuk mengatasi penyebab langsung dan intervensi gizi sensitif untuk mengatasi penyebab tidak langsung.
Sebagai informasi, berdasarkan data hasil Risiko Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018, angka prevalensi Stunting Jawa Timur mencapai 32,7 persen. Padahal angka prevalensi stunting nasional hanya sebesar 30,8 persen.
Bahkan, meruju data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM), per 20 Juli 2019 prevalensi stunting balita di Jatim justru tembus 36,81 persen.
Tiga daerah dengan angka prevalensi stunting tertinggi adalah Kota Malang sebesar 51,7 persen, Kabupaten Probolinggo 50,2 persen, dan Kabupaten Pasuruan 47,6 persen. (kominfo)