Satu Kontainer Pulpen Tiruan Dari China Disita Bea Cukai
SURABAYA-Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyita pulpen tiruan bermerek palsu sebanyak satu kontainer dari China yang dikirim melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Heru Pambudi dalam rilis kepada wartawan di Surabaya, Kamis mengatakan, satu kontainer tersebut berisi 858.240 unit pulpen dengan nilai Rp1.019.160.000.
"Pengirimnya PT PAM dari China. Pulpen tiruan itu merek Standard AE7 yang sebenarnya ‘made in Indonesia’ dengan hak kekayaan intelektual atau HKI dimiliki oleh PT Standardpen Industries," ungkapnya.
Ia mengatakan, penyitaan barang impor tiruan ini merupakan yang pertama sejak diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2017, menyusul diberlakukannya Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2006, sebagai revisi dari UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Heru menjelaskan sejak diterbitkan PP Nomor 20 Tahun 2017, perangkat hukum kepabeanan dengan sistem border measure HKI semakin lengkap, di antaranya diperkuat oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.04/2018 sampai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 06 Tahun 2019.
"Dengan begitu pengawasan dan penindakan HKI lebih optimal karena Bea Cukai, Mahkamah Agung, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dan Pengadilan Niaga telah terintegrasi sehingga memangkas waktu dan jalur birokrasi lintas kementerian atau lembaga," tuturnya.
Heru mengatakan, keberhasilan ungkap kasus barang impor juga tidak lepas dari kerja sama pemilik atau pemegang merek yang telah melakukan perekamanan atau rekordasi dalam sistem otomasi kepabeanan barang-barang HKI yang telah diimplementasikan oleh Bea Cukai sejak 21Juni 2018.
"Sampai sekarang sudah ada sebanyak tujuh merek dan dua hak cipta yang telah terekordasi dalam sistem ini, salah satunya dari PT Standardpen Industries," ucapnya.
Saat menemukan satu kontainer pulpen tiruan impor merek Standard AE7, Bea Cukai segera menotifikasi kepada PT Standardpen Industries sebagai pemilik merek yang telah terekam dalam sistem otomasi kepabeanan barang-barang HKI, yang kemudian mengonfirmasi untuk dilakukan penangguhan sementara melalui Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Surabaya.
Hari ini Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Surabaya telah resmi menjatuhkan putusan penangguhan sementara barang-barang impor tiruan merek Standard AE7 tersebut.
Ketua Pengadilan Negeri Surabaya, Nursyam menjelaskan, setelah resmi ditangguhkan, pemilik atau pemegang merek selanjutnya dapat meningkatkan proses hukum dengan dua pilihan, yaitu pidana atau perdata.
"Kalau menempuh jalur pidana, pelakunya bisa dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 99 UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan/ atau denda paling banyak Rp2 miliar," ucapnya.
Nursyam menilai, penindakan atas barang impor yang melanggar HKI sangat penting dalam melindungi industri dalam negeri, terutama pemilik atau pemegang merek/ hak cipta maupun industri kreatif dalam negeri agar dapat tumbuh dan memliki daya saing sehingga dapat berkontribusi kepada negara melalui pembayaran pajak.
"Selain itu penindakan tegas atas barang impor tiruan atau merek palsu untuk membuktikan bahwa Indonesia sangat ‘concern’ terhadap perlindungan HKI sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan dunia internasional. Sekaligus diharapkan dapat menambah poin agar Indonesia tidak masuk dalam Priority Watch List United States Trade Representative untuk isu perlindungan HKI," imbuhnya. (Ant)