Apa yang Salah dari Pidato "Tukang Ojek" Prabowo?
Dalam acara bertajuk Indonesia Economic Forum, di hotel Shangrila Jakarta pada tanggal 21 Nopember 2018 lalu, Prabowo diberi kesempatan penyelenggara untuk menyampaikan pandangan-pandangannya tentang perekonomian Indonesia.
Di forum tersebut, Capres no urut 02 itu menyoroti soal belum tersedianya kesempatan dan lapangan kerja yang layak untuk masyarakat.
Prabowo juga menyoroti tentang stunting growth yang tengah menjadi ancaman serius bagi generasi penerus bangsa.
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Suhendra Ratu Prawiranegara menilai apa yang disampaikan Prabowo tersebut sangatlah logis dan mudah dipahami.
"Prabowo menyoroti kesulitan-kesulitan ekonomi yang tengah dirasakan masyarakat. Secara obyektif pandangan-pandangan Prabowo tersebut seyogyanya diapresiasi dan dimaknai secara terbuka dan rasional," kata Suhendra melalaui keterangan tertulis yang diterima Jatimpos.id, Sabtu (24/11).
Menurutnya, hambatan dan rintangam ekonomi yang tengah dirasakan bangsa Indonesia sekarang ini, juga telah dibukukan oleh Prabowo dalam bukunya berjudul "Paradoks Indonesia."
"Secara komprehensif dan berbasis data, buku tersebut memberikan ilustrasi betapa timpang kondisi perekonomian Indonesia saat ini. Hal ini lah yang selalu menjadi dasar sikap Prabowo menyampaikan pendapat dan pandangannya seputar kondisi dan nasib bangsa, khususnya tentang perekonomian dan kesejahteraan rakyat," jelas Presidium Gerakan Nasional Prabowo Presiden (GNPP).
Keterpaduan kerja dan disiplin ilmu
Prabowo, lanjut dia, secara khusus menyoroti tentang kesulitan untuk mendapatkan lapangan kerja yang layak bagi warga negara sesuai dengan keahlian dan disiplin ilmu (pendidikan) masing-masing.
"Mengutip konsep link and match (kesesuaian dan keterpaduan) Mendikbud pada era Soeharto, yaitu Prof. Wardiman Djoyonegoro. Yang mana dalam hal ini Mendikbud Wardiman menyadur konsep pendidikan dari Harvard University Amerika Serikat, yang pada intinya mengusulkan konsep dan ide agar perusahaan besar (industri) menjadi bapak angkat bagi perguruan tinggi," terangnya.
Konsep ini, menurutnya adalah konsep bagaimana terjaminnya atau tersedianya lapangan pekerjaan yang layak bagi lulusan Sekolah Menengah (Kejuruan) atau Perguruan Tinggi, setelah menyelesaikan jenjang pendidikannya.
"Prabowo menyoroti meme yang viral diberbagai media massa, khususnya media sosial (internet). Yang mana terdapat meme tentang topi sekolah, pada kolom pertama adalah topi Sekolah Dasar, lalu kolom berikutnya topi Sekolah Menengah Pertama, topi Sekolah Menengah Atas (SMA) dan kolom terakhir adalah gambar helm (topi) Ojol (ojek online). Meme ini bermakna sederhana namun mengungkap realitas sosial masyarakat kekinian yang terjadi," ujarnya.
Keprihatinan Prabowo
Kondisi tersebut, kata Suhendra, menjadi keprihatinan seorang Prabowo Subianto, yang disampaikannya sebagai narasumber dalam acara Indonesia Economic Forum tersebut.
"Prabowo mengkritisi dan prihatin atas realitas sosial yang terjadi. Sejatinya yang dimaksud adalah akibat kesulitan ekonomi, sehingga sebagian masyarakat tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi," ungkapnya.
Akhirnya, lanjut Suhendra, para lulusan SMA mengambil jalan pintas untuk menjadi tukang Ojek.
"Para lulusan Perguruan Tinggi pun idem dito, dikarenakan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai di sektor formal, akhirnya memilih menjadi tukang ojek online (Ojol). Ini sejatinya realitas sosial yang diungkap oleh Prabowo dalam forum tersebut. Realitas tidak terjadinya antara link and match antara dunia pendidikan dan ketersediaan kesempatan kerja," terangnya.
Menurutnya, keprihatinan dan kemirisan mendalam yang diungkap oleh Prabowo kemudian dianggap meremehkan profesi tukang ojek.
"Tidak ada sedikitpun dari apa yang disampaikan oleh Prabowo merendahkan atau menghina profesi tukang ojek. Jika memang ada tuduhan tersebut, mohon untuk dilihat kembali dan dibaca kembali apa substansi dari pernyataan Prabowo?.
Jubir BPN Prabowo-Sandi ini menilai, hanya dikarenakan Prabowo Subianto tengah mengikuti kontestasi sebagai kandidat dalam Pemilu Presiden lah maka pernyataan tersebut ditafsirkan dan dimaknai oleh kelompok kepentingan tertentu sebagai merendahkan profesi tukang ojek.
"Tanpa melihat secara jernih esensi atau substansi sebenarnya atas pernyataan tersebut, yaitu tidak terjadinya link and match antara jenjang pendidikan dan dunia kerja," ujarnya.
Menurut Suhendra, masyarakat kian sulit mendapatkan kesempatan kerja di sektor formal. Sehingga pada akhirnya sektor non formal diantaranya seperti tukang ojek, pembantu rumah tangga, sopir rumah tangga menjadi alternatif pilihan pekerjaan untuk menyambung kelangsungan hidup.
"Lalu pertanyaannya, apa yang salah dari pernyataan, atau pendapat Prabowo tersebut?” tutup Jubir BPN Capres-Cawapres no 02 itu.