Catatan Kritis Aktivis Antikorupsi terhadap KPK
JAKARTA-Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana bersama Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menyampaikan catatan kritis terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini.
"Berkaca pada era kepemimpinan saat ini, sebenarnya banyak catatan kritis yang seharusnya dapat dijadikan pembelajaran serta evaluasi untuk KPK mendatang," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (17/06).
Beberapa catatan itu, kata dia, seperti belum mempunyai visi "asset recovery", pengelolaan manajemen internal yang buruk, abai terhadap penegakan etik, keterbukaan informasi pada masyarakat, dan masih banyaknya tunggakan perkara yang belum terselesaikan.
Untuk itu, sambung Kurnia, ICW bersama Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi (MaPPI FHUI, LBH Pers, Perludem, YLBHI, TII, SPAK, LBH Jakarta, menyampaikan sembilan kriteria ideal yang harus dimiliki oleh para pendaftar calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023.
Pertama, KPK harus mempunyai visi terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi.
"Misalnya, untuk isu pencegahan semestinya bisa lebih diarahkan pada pembangunan holistik budaya antikorupsi agar tidak hanya kegiatan-kegiatan yang sulit dipastikan keberlanjutannya," tuturnya.
KPK, lanjut dia, diharapkan bisa memaksimalkan mandat yang telah diberikan melalui tim ini dengan melakukan intervensi terhadap pelaksanaan aksi dan menghilangkan pola pelaporan yang selama ini cenderung prosedural menjadi pelaporan yang substansial.
"Oleh karena itu, penting bagi pansel mengutamakan calon Komisioner yang mengenal dan memahami instrumen terkait Tim Nasional Pencegahan Korupsi," kata dia.
Kedua, memiliki pemahaman penanganan perkara korupsi. Salah satu aspek yang dominan diperhatikan publik sebagai tolak ukur penilaian KPK adalah bidang penindakan.
"Maka dari itu, pimpinan KPK ke depan mesti memahami lebih dalam terkait dengan hukum agar langkah-langkah yang diambil menjadi tepat guna dalam rangka keberlanjutan penanganan perkara korupsi. Ini juga untuk mempercepat penyelesaian berbagai tunggakan perkara di lembaga antirasuah itu," tuturnya.
KPK, jelas Kurnia, tidak hanya harus kuat dalam strategi penanganan kasusnya tetapi juga harus dapat mensistematisasi kinerja penuntutannya guna menutup celah hukum yang dapat digunakan para koruptor agar lepas dari jerat hukuman yang setimpal.
Ketiga, memiliki kemampuan manajerial dan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM).
"Seperti yang telah diketahui oleh publik bahwa lembaga KPK kerap kali bersifat dinamis. Tak jarang konflik di internal KPK terjadi, maka dari itu pimpinan KPK mendatang mesti mempunyai pengetahuan serta kemampuan untuk memastikan internal lembaga antikorupsi tersebut solid serta terlepas dari kepentingan apapun," ungkap Kurnia.
Keempat, KPK tidak mempunyai konflik kepentingan dengan kerja-kerja yang digarap.
"Tentu masyarakat tidak berharap pimpinan KPK ke depan justru memanfaatkan situasi tertentu untuk kepentingan individu semata karena bagaimanapun menjadi sesuatu yang penting untuk tetap menjaga nilai objektivitas untuk para komisioner KPK mendatang," ucap Kurnia.
Kelima, terlepas dari kepentingan dan afiliasi dengan partai politik tertentu.
"Poin ini harus dijadikan catatan penting karena bagaimanapun jika komisioner KPK mendatang berasal dari warna partai tertentu dikhawatirkan meruntuhkan nilai independensi dari lembaga antirasuah itu. Lagipun isu penegakan hukum tidak mungkin akan berjalan dengan baik jika dicampuradukkan dengan isu politik," tuturnya.
Keenam, memiliki kemampuan komunikasi publik dan antarlembaga yang baik.
"Berangkat dari catatan atas evaluasi pimpinan KPK saat ini masih banyak ditemukan berbagai pernyataan yang justru menimbulkan polemik di tengah masyarakat," kata Kurnia.
Selain itu, kata dia, kemampuan komunikasi antarlembaga juga mesti dimiliki oleh pimpinan KPK mendatang.
Ketujuh, tidak pernah terkena sanksi hukum maupun etik pada masa lalu.
"Poin ini menjadi mutlak harus dipenuhi oleh para pimpinan KPK mendatang, karena bagaimanapun persoalan etik serta terkena sanksi hukum akan menurunkan kredibilitas lembaga antirasuah itu. Selain itu, akan menjadi beban tersendiri bagi pimpinan KPK ketika menjalankan tugas," ucap Kurnia.
Kedelapan, memiliki keberanian untuk menolak segala upaya pelemahan institusi KPK.
"Hampir setiap tahun KPK selalu didera dengan isu-isu pelemahan KPK, mulai dari revisi UU KPK, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahkan tindakan kriminalisasi beberapa pegawai maupun pimpinan KPK," tuturnya.
Untuk itu, kata dia, menjadi wajar jika publik meminta komitmen yang tegas dari pimpinan KPK mendatang untuk dapat menolak segala macam jenis tindakan yang akan melemahkan institusi pemberantasan korupsi.
Kesembilan, mempunyai profil dan karakter sesuai dengan nilai dasar dan pedoman perilaku KPK.
"Hal ini diatur secara spesifik dalam Peraturan KPK Nomor 07 Tahun 2013 tentang Nilai Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam aturan ini tertera berbagai nilai yang semestinya dimiliki oleh pimpinan KPK, misalnya integritas, keadilan, dan profesionalisme dalam menjalankan tugas," ujar Kurnia.
Kriteria-kriteria tersebut, kata dia, harus menjadi pegangan bagi tiap-tiap orang yang ingin mendaftar sebagai pimpinan KPK. (Ant)