Dampak Buruk Vonis Bebas Terdakwa Kasus BLBI
JEMBER-Vonis bebas Mahkamah Agung atas terdakwa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung yang juga mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) akan berdampak buruk pada ketidakpastian hukum di Indonesia.
"Putusan aquo tersebut mengagetkan dan sekaligus membuat miris wajah hukum di Indonesia semakin tidak pasti," kata Pengamat hukum yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember, Dr Nurul Ghufron, di Kampus Universitas Jember, Jawa Timur, Rabu (10/07).
Meski demikian, pihaknya menghargai putusan tersebut sebagai sebuah produk hukum dan menjadi putusan akhir dari proses panjang mencari keadilan.
"Namun putusan tersebut ketika telah menjadi putusan dan diumumkan adalah menjadi teks publik yang tidak haram untuk kembali dikritisi walau tidak akan mengubah hasilnya," jelasnya.
Ghufron lantas membeberkan beberapa catatan terkait kasus tersebut, yakni:
Pertama, secara subtansi jika ada sebuah perbuatan hukum dari pejabat negara yang bukan dalam hal melakukan transaksi bisnis, namun dalam hal ini mengeluarkan surat keterangan lunas, tentu keterangan lunas dimaksud bukan karena melakukan jual beli, namun merupakan tindakan hukum managerial atau pengelolaan aset eks bank objek penyehatan BPPN.
"Sehingga menyatakan bahwa tindakan yang demikian itu dipandang sebagai tindakan hukum di bidang perdata adalah sangat mencabik akal sehat karena kepentingan privat apa dari BPPN dalam membuat surat keterangan lunas dimaksud, sehingga dipandang sebagai tindakan hukum keperdataan," jelasnya.
Kedua, pecahnya pendapat hakim dari tiga orang menjadi tiga pendapat secara sosiologis memang memungkinkan, namun secara hukum menunjukkan ke masyarakat bahwa subjektivitas dari seorang hakim agung sangat menimbulkan ketidakpastian hukum.
"Bayangkan pendapat seorang hakim agung yang tentu memiliki latar pendidikan hukum yang relatif sama menimbulkan pendapat yang sangat berbeda-beda. Kejadian itu semakin membenarkan 'seloroh' di masyarakat bahwa jika ada 10 sarjana hukum maka kesimpulannya akan lahir 11 pendapat," ujarnya pula.
Kendati demikian, Ghufron mengimbau semua pihak menghormati hukum di Indonesia, termasuk segala putusan-putusan hakim dengan semangat menjaga kemuliaannya, agar putusan tersebut memang secara hukum layak dimuliakan karena diputus dengan pemikiran dan dedikasi yang mulia juga.
Diketahui, mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) menghirup udara bebas sesuai vonis kasasi yang diputus Mahkamah Agung pada Selasa (9/7). Terdakwa kasus BLBI itu dinilai tidak terbukti melakukan korupsi dalam kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
MA menilai perbuatan Syafruddin tersebut bukan pidana dan dalam putusan kasasi itu terdapat "dissenting opinion" atau perbedaan pendapat.
Ketua majelis hakim Salman Luthan sependapat dengan judex facti dengan pengadilan tingkat banding, sedangkan hakim anggota I, Syamsul Rakan Chaniago berpendapat bahwa perbuatan SAT merupakan perbuatan hukum perdata, kemudian hakim anggota II Mohammad Askin berpendapat perbuatan SAT merupakan perbuatan hukum administrasi. (Ant)