Demokrasi Rusak Bila Beda Pendapat Dipidana
Jakarta - Suasana demokrasi yang telah dibangun secara baik sejak reformasi bisa rusak kembali jika perbedaan pendapat selalu jadi alat untuk mempidanakan seseorang.
"Kalau semua orang masuk penjara, nanti negara kosong cuma gara-gara beda pendapat. Nanti kita kekurangan penjara sebab kepenuhan," Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (13/03).
Ia menilai tidak semua manusia, umumnya masyarakat di sebuah negara harus sama ide dan pendapatnya, termasuk soal agama dan pilihan politik.
Menurutnya, penegakan hukum memang baik dan dibutuhkan pada kehidupan bernegara serta berbangsa. Namun, harus diberlakukan terhadap hal yang khusus dan berpengaruh buruk kepada masyarakat dan negara.
Menurut dia, kalau perbedaan pendapat dan pikiran tidak membahayakan negara dan tidak mengancam nyawa manusia, biarkan saja.
"Kalau tidak membahayakan negara, tidak mengancam nyawa manusia dan masyarakat, tidak merugikan kehidupan orang lain, beda pendapat dan pikiran itu biasa, dan biarkan saja," ujarnya.
Jimly menilai, tidak selalu setiap isu persoalan yang muncul ke ruang publik sebab beda pendapat, kemudian penyelesaiannya dengan penerapan hukum pidana.
Menurut dia, dalam negara penganut demokrasi dan telah menerapkannya lama, justru perbedaan pendapat sangat wajar dan dibutuhkan untuk membangun bangsa jadi lebih baik.
Jimly menilai nantinya dapat muncul perasaaan perlakuan yang tidak sama antara satu orang dengan lainnya apabila seluruh proses masalah beda pendapat dijadikan alat laporan pidana.
Pendapatnya tersebut, lanjut Jimly, didasari karena sering berbagai masalah yang diselesaikan melalui jalur hukum pidana hanya karena kontroversi ide, perbedaan pendapat, adu argumentasi di linimasa media sosial menjelang Pemilu 2019.