Fanatisme Bisa Merusak Kemajemukan
Anggota Komisi III DPR Fraksi PKB Jazilul Fawaid menyampaikan, fanatisme yang berujuk pada tindakan radikal menjadi fenomena global yang mesti terus menerus diwaspadai.
Menurut dia, fanatisme bisa merusak kemajemukan, karena akan melahirkan sikap yang merasa paling benar dan semaunya sendiri.
"Dan jelas tindakan tersebut berbahaya bagi Indonesia yang majemuk agama, bahasa, dan suku bangsanya," kata Gus Jazil, sapaan Jazilul Fawaid di Jakarta, Jumat (5/12).
Gus Jazil mendorong pemerintah untuk mencegah dan menindak sedini mungkin agar tertutup celah lahirnya pikiran dan sikap radikalisme. Pemerintah, sambung dia, juga perlu membuka berdialog dengan semua kalangan secara terus menerus.
"Pemerintah harus menunjukkan sikap keteladanan, dengan menghidupkan budaya dialog, serta menghindari kebijakan dan tindakan yang dapat menciderai rasa keadilan bagi warganya," tegas Wakil Ketua MPR RI itu.
Menurut Koordinator Nasional Nusantara Mengaji itu, jika fanatik berlebihan sampai menjadi radikali masih tumbuh subur, berarti demokrasi di negara ini belum berjalan dengan baik. Di sisi lain, demokrasi merupakan alat untuk melahirkan kesejahteraan dan keadilan yang merata.
"Jika tidak bisa menangkal paham tersebut, kita patut instrospeksi terhadap perjalan demokrasi di Indonesia," ujarnya.
Senada disampaikan Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo, bahwa radikalisme radikalisme adalah ancaman yang memaksakan kebenaran absolut dalam tafsir tunggal yang memaksakan kebenaran dirinya serta yang lain salah.
"Ini harus dilawan dengan keyakinan yaitu ideologi Pancasila," kata Benny.
Sedangkan Kapolri Jenderal Idham Azis menegaskan, negara tidak boleh kalah dengan kelompok yang melakukan cara-cara premanisme, apalagi sampai menghalangi proses penegakan hukum.
"Indonesia merupakan negara hukum. Semua elemen harus bisa menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat," tegas Idham.