GP Farmasi: Tunggakan BPJS Kesehatan Cukup Besar
Jakarta - Ketua Umum Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Indonesia, Tirto Kusnadi menyebut tunggakan utang BPJS Kesehatan cukup besar sehingga berdampak berdampak pada perusahaan-perusahaan obat.
Selama ini, lanjut dia, masih banyak penjualan obat yang belum dibayarkan oleh fasilitas kesehatan kepada perusahaan-perusahaan farmasi dengan nilai mencapai Rp3,6 miliar.
"Ini nilainya cukup besar sehingga akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan industri farmasi. Kami sudah sampaikan ke Pak Wapres dengan harapan ada suatu yang bisa dibantu untuk ini bisa diselesaikan," kata Tirto di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (30/01).
GP Farmasi, lanjut dia, tidak dapat menagih utang tersebut secara langsung kepada BPJS Kesehatan karena posisi para penyedia obat tersebut sebagai pihak ketiga, yang berhubungan langsung dengan fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit, klinik kesehatan dan puskesmas.
"Ya kalau bisa, BPJS Kesehatan segera membayar kepada rumah sakit, kemudian rumah sakit bisa membayar kepada pemasok obat. Sulitnya, kami ini adalah co-provider, jadi kami supply ke rumah sakit, lalu digunakan oleh rumah sakit, lalu rumah sakit menagih BPJS untuk dibayar, baru (RS) akan bayarkan ke kami," jelasnya.
Sementara itu Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden, Bambang Widianto, mengatakan penunggakan pembayaran tersebut disebabkan oleh defisit anggaran yang dialami BPJS Kesehatan.
"Ini karena ada penundaan pembayaran dari BPJS ke rumah sakit, ya jadi berdampak ke sana. Kemarin kan sudah dibayar Pemerintah Rp10 triliun kan, tapi ternyata yang mengalir ke pabrik obat itu baru Rp300 miliar dari Rp3 triliun (utang), jadi baru 10 persen," jelas Bambang.
Oleh karena itu, upaya Pemerintah untuk membenahi defisit BPJS Kesehatan menjadi salah satu solusi untuk mengatasi persoalan utang pembayaran obat-obatan kepada perusahaan farmasi. (Ant)