Kasus OTT Kedua di Kementerian PUPR Memalukan!

Kasus OTT Kedua di Kementerian PUPR Memalukan! Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi/Foto: Setkab.

Jakarta-Di tengah hiruk pikuk peresmian infastruktur jalan tol dan proyek lainnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi tangkap tangan (OTT), Jumat (28/12), terhadap sejumlah pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Menanggapi hal itu mantan mantan Staf Khusus Menteri PU/ PUPR 2005-2009, Suhendra Ratu Prawiranegara menyebut peristiwa OTT tersebut memalukan.

“Hal ini tentu memalukan. Lalu pertanyaannya bagaimana proses pengawasan, pembinaaan dan pencegahan korupsi di internal Kementerian ini? Kan sudah pernah terjadi OTT pertama yang menggegerkan? Mana bentuk keberhasilan pencegahan dan penindakan korupsi di Kementerian yang dipimpin Basuki ini?" ujar Suhendra melalui keterangan pers yang diterima di Jakarta, Minggu (30/12).

Lebih lanjut Suhendra menjelaskan, awal tahun 2016 lalu ada juga OTT KPK yang terjadi di Kementerian PUPR dengan nilai triliunan rupiah.

"Kasus ini terkenal dengan sebutan kasus Korupsi Jalan di Maluku dan OTT Damayanti seorang kader dari partai yang sudah sama-sama kita ketahui yakni oknum kader PDI-P. Kasus suap dan korupsi tersebut belum tuntas dan masih berproses hukum sampai sekarang," ungkap Jubir Prabowo Sandi ini.

Menurut Suhendra sudah banyak anggota DPR RI yang berstatus terpidana hingga saat ini. “Kasus ini kan korupsi berjamaah yang dilakukan tidak hanya oleh seorang Kepala Balai. Dalam menyusun program dan anggaran di pemerintahan, semua unsur dari level Sekjen, Dirjen, Kepala Biro/ Direktur dan satuan kerja berperan dan terlibat. Bahkan seorang Menteri adalah penanggung jawab penuh penggunaan anggaran dan program di kementerian menurut UU Keuangan Negara dan UU APBN. Tapi kenapa yang terpidana hanya seorang Kepala Balai saja?,” terangnya.

Bahkan, lanjut dia, KPK juga pada akhir tahun 2016 lalu telah memeriksa beberapa (puluhan) Kasubdit di Ditjen Bina Marga yang terindikasi menerima suap/ gratifikasi, ini pun harus dituntaskan prosesnya dan dibuka ke publik.

Anehnya, kata Suhendra, beberapa pejabat yang terindikasi menerima suap/ gratifikasi tersebut mendapatkan promosi jabatan sebagai pejabat eselon 2 dan eselon 1 di Ditjen Bina Marga. 

“Kan ini aneh bin ajaib. Orang terindikasi menerima gratifikasi, malah dipromosi jabatan oleh Menteri. Kasus OTT kedua di Kementerian PUPR yang terindikasi adalah proyek strategis air minum di Ditjen Cipta Karya kemarin harus dituntaskan dan transparansi kepada publik," pungkasnya.