Kekerasan Cederai Ramadan, Rakyat dan Aparat Mestinya Imsak
JAKARTA-Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Din Syamsuddin mengatakan belasan nyawa, termasuk usia remaja hilang sia-sia.
Bahkan, kata dia, ada yang belum diketahui nasibnya terkait peristiwa 21-23 Mei.
"Hal ini, tidak bisa tidak, adalah buah dari kekerasan yang mengenaskan yang terjadi pada Bulan Suci Ramadan. Seyogianya semua pihak, baik rakyat maupun aparat, dapat melakukan imsak atau pengendalian diri sebagai esensi ibadah Ramadan," kata Din via siaran persnya yang diterima di Jakarta, Rabu (29/05).
Din meingatkan agar semua pihak menghindari Indonesia meluncur menjadi negara kekerasan menyusul kericuhan yang terjadi pada 21 hingga 23 Mei tersebut.
"Peristiwa 21 sampai dengan 23 Mei sebagai reaksi terhadap penetapan hasil pemilu oleh KPU, dinilai sebagian rakyat tidak jujur dan tidak. Peristiwa kekerasan itu sungguh memprihatinkan," ujarnya.
Namun, sambung Din, nasi telah menjadi bubur karena kekerasan telah mencederai kesucian Ramadan.
"Lebih parah lagi jika kekerasan fisik yang telah menimbulkan korban itu masih berlanjut pada kekerasan verbal dalam bentuk saling menyalahkan, bahkan dengan saling melempar tuduhan, dengan klaim akan kebenaran secara sepihak. Inilah awal dari malapetaka kebangsaan," katanya
Menurutnya, tiada jalan lain untuk mengatasinya kecuali negara harus hadir menegakkan keadilan dan kebenaran.
"Jangan sampai negara abai dan meluncur menjadi negara kekerasan dengan menampilkan kekerasan negara (state violence)," ujar dia.
Din kemudian mengusulkan dilakukan tabayun melalui Tim Pencarian Fakta. "Kalau tidak, Tragedi Ramadan 2019 ini akan menjadi lembaran hitam dalam kehidupan kebangsaan kita," katanya.
Dia menilai sekarang saatnya keadilan dan kebenaran ditegakkan. "Kalau tidak, Allah Yang Maha Adil akan menegakkannya, kalau tidak di dunia maka pasti di akhirat nanti," tutupnya. (Ant)