Metodologi dan Independensi Lembaga Survei Disoal
Jakarta-Sejumlah lembaga survei di Indonesia diingatkan perlunya mendedah hasil survei terkait metodologi yang digunakan. Terlebih di era banjir bandang informasi saat ini.
"Metodologi ini sudah kuno, dengan begitu melimpah ruahnya informasi yang luar biasa, tidak ada lagi dominasi informasi," terang Wakil Ketua DPR, Fadli Zon di Jakarta, Selasa (26/03).
Politikus Partai Gerindra ini memaparkan, sosial media kini bisa menjadi informasi alternatif yang luar biasa dengan kecepatannya.
Fadli menyontohkan, ketika pemilihan Presiden Amerika Serikat 2016 silam. Kala itu, Donald Trump diprediksi kalah oleh hampir semua lembaga survei.
"Bahkan New York Times mengatakan Hillary Clinton menang 85%, Donald Trump hanya dikasih 15%, ternyata Donald Trump yang menang," sambungnya.
Situasi serupa juga terjadi ketika di Pilgub DKI Jakarta, sejumlah hasil survei menempatkan kandidat petahana sebagai pemenang. Namun saat pencoblosan, petahana justru tumbang.
Hal lain yang juga patut dikritisi ialah peran lembaga survei yang mestinya independen dan transparan, justru tak tergambarkan di Indonesia.
Bahkan, Fadli menilai lembaga survei terkesan menjadi alat kampanye.
Menurutnya, lembaga survei dan lembaga konsunsultan politik dalah dua hal yang berbeda.
"Kalau lembaga survei berhimpit dengan konsultan politik maka akan ada conflict of interest, dia akan menjadikan survei itu sebagai alat propaganda, alat kampanye dari yang membayar dia sebagai konsultan politik," pungkasnya.
Santai tanggapi survei
Senada dengan Fadli, Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean meragukan kredibilitas lembaga survei yang ada.
Ferdinand mengaku santai karena pihaknya memiliki tim survei internal yang bisa lebih dipercaya ketimbang lembaga survei yang mengklaim independen tetapi tidak transparan.
"Lembaga survei sekarang banyak yang kami ragukan kredibilitasnya, apalagi lembaga survei banyak yang menjadi bagian dari tim sukses," kata Ferdinand di Jakarta, Selasa (26/03).
Politikus Partai Demokrat ini menegaskan, tim pengusung nomor 02, menjadikan hasil survei internal sebagai patokan. Terlebih di sejumlah tempat, kampanye Prabowo-Sandi selalu ramai.
"Kami tetap punya lembaga survei internal untuk dijadikan basis patokan," sambungnya.
Merujuk pada antusiasme publik terhadap kampanye Prabowo-Sandi, Ferdinand justru mempertanyakan validitas hasil survei yang menguntungkan petahana.
"Karena sangat aneh di lapangan ketika elektabilitas jauh di atas sedangkan di lapangan sepi-sepi saja, sementara Prabowo-Sandi rame dimana-mana," jelasnya.
Diketahui, sejumlah lembaga survei di Indonesia menempatkan kandidat petahana, Jokowi-Maruf akan memenangkan Pilpres 2019.
Pasangan Prabowo-Sandi, hanya diprediksi mengantongi prosesntase suara 20-30% oleh sejumlah lembaga survei. Angka tersebut terpaut jauh dari kubu petahana yang bisa menyebtuh 50% atau lebih.
Terbaru, Charta Politika merilis hasil survei bahwa pasangan capres-cawapres nomor 01 itu diprediksi mendapatkan 53,6% dan 35,4% untuk capres-cawapres nomor 02.