Nasib Perempuan Nelayan di Tengah Konflik Agraria
Jakarta - Pusat Data dan Informasi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mencatat konflik Agraria di Indonesia terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.
KIARA mencatat, sampai dengan tahun 2017, lebih dari 11 orang nelayan, termasuk perempuan nelayan yang dikriminalisasi karena melawan proyek tambang dan proyek pariwisata.
"Ada peningkatan proyek investasi di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil pada tahun 2017 dibandingkan dengan tahun 2016. Proyek reklamasi, pariwisata dan tambang pesisir adalah beberapa contoh investasi yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dampaknya, ruang hidup masyarakat pesisir dirampas dan tak sedikit masyarakatnya dikriminalisasi," ujar Susan, Selasa (20/11).
Dia menambahkan, perempuan nelayan yang tinggal di wilayah konflik agraria rentan menjadi korban kriminalisasi dan intimidasi yang dilakukan baik oleh perusahaan maupun aparatur negara.
“Kasus di Pulau Pari atau di Tumpang Pitu, Banyuwangi, perempuan nelayan malah menjadi korban kekerasan, intimidasi hingga kriminalisasi,” ujarnya.
Sekjen KIARA itu juga menyoroti kriminalisasi yang menimpa nelayan dan perempuan nelayan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.
"Seharusnya tidak terjadi jika negara berpihak kepada masyarakat. Namun, faktanya masyarakat selalu menjadi korban," ujarnya.
Dia menjelaskan, peraturan perundangan memandatkan masyarakat pesisir adalah aktor utama dalam penguasaan dan pengelolaan sumber-sumber daya perikanan dan kelautan.
“Dengan demikian, negara wajib melindungi perempuan nelayan yang menjadi korban konflik agraria di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil,” pungkasnya.