Pria Kelahiran Madura Ini Tak Menyangka Jadi Wakil Ketua KPK Terpilih
JAKARTA-Nurul Gufron, Wakil Ketua KPK 2019-2023 kelahiran Sumenep, Madura, Jawa Timur, 22 September 1974, sedari awal tidak memiliki niat untuk mendaftar sebagai calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun teman-teman pegiat antikorupsi baik di Jakarta dan Yogyakarta, terus mendorongnya untuk mendaftar, hingga terpilih melalui proses seleksi ketat.
"Saya terpilih sebagai calon pimpinan KPK diluar ekspektasi saya dan keluarga karena sejak awal tidak berkeinginan menjadi pimpinan KPK. Saya justru ingin serius dalam Pemilihan Rektor Universitas Jember, namun takdir berkata lain dan saya akan jalani takdir itu dengan sebaik-baiknya," katanya saat ditemui di rumahnya di Kabupaten Jember belum lama ini.
Sedari awal Ghufron bilang pada istrinya kalau mendaftar sebagai calon pimpinan KPK bukan merupakan keinginannya, namun hanya ingin memenuhi harapan kawan-kawan pegiat antikorupsi yang mendorongnya untuk maju.
Ghufron akhinya terpilih menjadi salah satu pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 bersama empat orang lainnya, yakni Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nawawi Pamolango, dan Lili Pintouli Siregar.
Revisi UU KPK
Soal Revisi UU KPK, akademisi Unej ini mengaku sejalan dengan pandangan Komisi III DPR RI yang menguatkan pencegahan dan tulisan tentang hal itu sudah dituangkan dalam tulisan pada tahun 2004, sehingga bukan berarti terjebak dalam pro dan kontra revisi UU KPK saat ini menjadi kontroversi di kalangan masyarakat.
Kritik yang disampaikan kepada KPK bukan berarti tidak sayang KPK, namun kritik-kritik tersebut merupakan bentuk kecintaan kepada lembaga antirasuah dan menyayangi KPK itu juga harus sesuai dengan hukum yang berlaku.
Menurutnya, KPK memiliki tugas penting yakni koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; kemudian melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Ghufron mengatakan seluruh tugas KPK akan dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh secara proporsional baik untuk pencegahan, supervisi hingga penindakan, namun ia mengaku lebih sepakat porsi untuk pencegahan korupsi lebih diperkuat, agar tidak ada lagi perilaku korupsi di Indonesia.
Amanah dan beban berat
Menjadi pimpinan KPK periode 2019-2023 tentu memiliki tantangan yang cukup berat di tengah kontroversi dan mengembalikan kepercayaan publik kepada lembaga antirasuah tersebut.
Menurut Ghufron penolakan dan keraguan masyarakat terhadap pimpinan KPK yang baru merupakan tantangan tersendiri untuk menunjukkan kinerja yang lebih baik, sehingga bisa membuktikan kepada masyarakat bahwa pimpinan yang terpilih tersebut benar-benar mampu mengemban amanah tersebut.
"Selama saya menjadi akademisi, relatif kecil memiliki musuh karena di lingkungan dunia pendidikan, namun ketika terjun menjadi pimpinan KPK maka yang harus dihadapi sekarang adalah para koruptor kelas kakap yang memiliki kedudukan dan kekuasaan," ujarnya.
Langkah awal yang akan dilakukannya adalah melakukan konsolidasi di internal KPK lebih dulu, agar tidak ada lagi friksi-friksi di lembaga antirasuah tersebut dan lebih solid karena KPK bukan hanya pimpinan saja, bukan hanya penyidik dan penuntut, namun seluruh komponen sumber daya manusia (SDM) di Gedung Merah Putih tersebut.
Untuk itu, dia akan mengajak seluruh SDM di lembaga antirasuah untuk bersama-sama bergerak melakukan pemberantasan korupsi dan memiliki komitmen untuk melawan para koruptor, sehingga KPK menjadi lembaga yang kuat dalam melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan. (Ant)