Tiga Dampak Negatif Tol Trans Jawa
Jakarta-Capaian pembangunan infrastruktur, termasuk proyek tol Trans Jawa oleh Pemerintahan Jokowi harus diapresiasi. Namun, capaian bidang infrastruktur tersebut dinilai tidak serta merta memberikan efek positif, bahkan justru berdampak negatif pada sektor-sektor lainnya.
“Pertama, pembangunan jalan tol trans Jawa ini sudah barang tentu mengakuisisi lahan-lahan produktif pertanian dan perkebunan. Baik itu lahan milik perorangan masyarakat atau milik korporasi (perusahaan). Jika yang terkena adalah lahan produktif pertanian (sawah) tentu akan berdampak pada produksi padi setempat,” kata pemerhati kebijakan infrastruktur publik, Suhendra Ratu Prawiranegara melalui siaran pers yang diterima Jatimpos.id di Jakarta, Kamis (07/02).
Dampak negatif berikutnya, lanjut dia, berdampak pada mati surinya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di wilayah pantura Jawa secara perlahan.
"Khususnya Kota Pekalongan yang diketahui sebagai sentra batik nasional. Para pengusaha batik di Pekalongan sudah banyak mengeluh, dikarenakan omset yang menurun semenjak tol trans Jawa beroperasi tersambung. Saya mempunyai video, testimoni dari pedagang batik di Pekalongan. Hal semacam ini merupakan koreksi dan kritik atas kebijakan pemerintah dalam mengunggulkan infrastruktur khususnya jalan tol,” jelasnya.
Dampak ketiga, kata Suhendra, terkait dengan mahalnya tarif tol trans Jawa yang sudah dirasakan para pengusaha logistik (angkutan barang) dengan kembali menggunakan jalan nasional/ pantura dikarenakan tarif tol yang mahal.
“Biaya atau tarif tol bisa mencapai 1,5 -2 juta rupiah. Ini tentu akan membuat para pengusaha logistik menjerit. Informasinya juga mereka sudah lakukan protes kepada pemerintah. Kementerian yang berwenang sudah merespon keluhan ini, untuk merevisi besaran tarif. Kesimpulannya adalah sepertinya pemerintah mengakui tarif tol trans Jawa kemahalan,” pungkas Mantan Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum era SBY ini.